Krisis Ulama : Penyebab dan Dampaknya (1)

11.37


Krisis ulama’ yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini mempunyai dampak yang sangat luar biasa jika
dibandingkan dengan krisis ekonomi yang pernah melanda ataupun sedang melanda bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, persoalan akan krisis ulama’ ini sangat layak dan perlu untuk dikaji dan kemudian dicarikan solusi. Faktor-faktor apa saja yang sebenarnya menyebabkan krisis ulama’ ini terjadi. Dan diantara faktor-faktor itu adalah :

Pertama; Cara pandang yang salah akan definisi “wajib kifayah”
Wajib kifayah sering didefinisikan sebagai suatu kewajiban yang apabila ada salah satu dari umat Islam yang mengerjakannya maka gugurlah kewajiban bagi umat Islam yang lain. Sekilas definisi ini tidak salah, namun sering sekali definisi ini banyak disalah artikan. Artinya, jika umat Islam di Indonesia yang berjumlah kurang lebih dua ratus juta, hanya ada satu ulama’ maka gugurlah kewajiban bagi umat Islam yang lain untuk menjadi ulama’. Begitu juga jika hanya ada satu dari sekian ratus juta umat Islam di Indonesia yang mengerti ilmu faraidh, maka yang lain telah gugur kewajibannya untuk mempelajarinya.

Jika dalam ilmu kesehatan, satu kelurahan saja membutuhkan satu puskesmas untuk melayani kurang lebih 200 masyarakat. Jika penduduk di Indonesia berjumlah kurang lebih 200 juta jiwa, maka setidaknya dibutuhkan satu juta puskesmas untuk melayani masyarakat, belum terhitung jumlah dokter dan perawatnya. Jika hal ini kita analogikan dengan kebutuhan umat Islam khususnya di Indonesia akan kehadiran para ulama’ maka setidaknya harus ada satu juta ulama’ di Indonesia yang mempunyai kafaah syar’iyyah yang mumpuni, bahkan harus lebih dari itu.


Paradigma yang salah akan definisi wajib kifayah inilah yang perlu diluruskan, sehingga tumbuhlah kesadaran umat Islam akan pentingnya kehadiran sosok ulama’ yang mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni yang mampu memberikan pencerahan kepada umat Islam.

Kedua; Adanya stigma bahwa seorang ulama’ gajinya rendah.
Diantara faktor yang menyebabkan krisis ulama’ yang melanda bangsa Indonesia saat ini adalah adanya anggapan bahwasannya profesi ulama’ adalah peofesi rendahan, sehingga gaji yang didapatkannya pun rendah. Ditambah lagi dengan virus hedonisme yang sedang melanda kebanyakan umat Islam saat ini. Orientasi akan dunia dan materi mengalahkan segalanya, menjadikan kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.

Padahal, profesi ulama’ adaah sebaik-baik profesi jika dibandingkan dengan profesi yang lain. Profesi yang langsung mendapatkan gelar “Ahli Waris Para Nabi” dari Rasulullah SAW. Imam As Syathibi Rahimahullah dalam kitabnya “Al Muwafaqaat fii Ushuli As Syariah” berkata “kedudukan para ulama’ di tengah umat ini adalah layaknya kedudukan para nabi”. Bedanya, kalau para nabi itu ma’shum namun para ulama’ tidak demikian. Tapi yang terpenting adalah bahwa menjadi seorang ulama’ bukanlah suatu hal yang hina maupun rendah.

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “I’lamul Muwaqqi’in” mengatakan,” jika kedudukan mandataris dari seorang raja tidak diingkari keutamaan dan kemuliyaannya sebagai kedudukan tertinggidan terpuji, maka lebih dari itu kedudukan seseorang yang mendapatkan mandat dari Rabb bumi dan langit”.

Dari sini jelas bahwa kedudukan ulama’ lebih mulia jika dibandingkan dengan profesi-profesi lainnya yang mungkin pada saat ini banyak orang yang mengejarnya, tergila-gila olehnya, berusaha mendapatkannya walau dengan jalan menghalalkan yang haram dan mengharampan yang halal.

Seseorang mungkin bangga ketika ditanya “berapa gajimu perbulan?” kemudian ia menjawab “sekian puluh atau ratus juta perbulan”. Jika demikian, maka ia masih belum masuk dalam kategori orang yang bertaqwa. Mengapa demikian? Karena orang yang bertaqwa tidak akan mampu menghitung gajinya, karena ia datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Bukankah Allah telah berfirman “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”.

Oleh sebab itu, menjadi seorang ulama’ adalah merupakan sebuah karunia yang besar yang diberikan oleh Allah kepada hambanya, karena dengan itulah Allah menghendaki kebaikan untuknya. Bukankah Rasulullah pernah bersabda “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan, niscaya ia akan dipahamkan dalam urusan agama”. (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut analisa penulis, mungkin faktor kedua inilah yang sangat dominan yang menyebabkan keraguan sebagian besar para thulabul ‘ilm untuk menjadi ulama’. Sehingga faktor dis-orientasi sebagian besar parathullabul ‘ilm as syar’i inilah yang menjadi sebab utama terjadinya krisis ulama’ yang sedang melanda bangsa Indonesia saat ini. Padahal kebutuhan umat Islam khsusnya di Indonesia akan kehadiran sosok ulama’ yang mampu memberikan pencerahan, menjawab segala persoalan agama, sangatlah besar.

Semoga dengan tulisan singkat ini akan mampu membuka mata para thullab ‘ilm akan potensinya yang besar, kesempatannya yang luas, juga harapan umat yang tinggi akan kesuksesan mereka di bidang ilmu pengetahuan agama. Dengan membangun kesadaran ini, diharapkan nantinya para thullab ‘ilm akan menjadi cedekiawan muslim di bidang keilmuannya masing-masing. Melangkah mempersiapkan dan membangun dirinya sehingga menjadi pakar dalam disiplin ilmu agama yang dipilih dan digelutinya.

Bersambung….


Wallahu ‘alam
Fajar Rachmadhani
(Ketua FoSKI 2012-2013, Mahasiswa Fakultas Syariah  LIPIA Jakarta, Pascasarjana Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

You Might Also Like

0 komentar

Ingat Waktu

Flickr Images

Flag Counter