Kebahagiaan itu sederhana, kawan!
00.10
“Sering kali
hal-hal yang dianggapkecil berdampak penyesalan besar jika kita
remehkan. Begitupun jugakebahagiaan, perasaan yang tampaknya sederhana
tapi kalau diabaikan kita takmampu membelinya.”
Anak umur 4-6 tahunan menemukankebahagiaannya pada setiap gendongan kakak dan orangtuanya, dan akan mendapatikepuasan setelah semua pertanyaan yang ia lontarkan terjawab. Benar ‘kan?
Sang istri menemukan kebahagiaannya jika ‘kerja’nya dapat membuat suaminyapun turut bahagia. Iya ‘kan?
Mahasiswa menemukan kebahagiaannya jika sudah memparipurnakan ujian,-dan kalau boleh penulis tambahkan- Mahasiswa bahagia saat turunnya mukafaah. Setuju banget ‘kan?
Para pengusaha muslim kampus–istilah penulis -, menemukankebahagiaannya saat isi kantong plastic mereka sudah terjual. Bukankah begitu?
Begitulah hal sederhana nampakmenjadi mewah saat orientasi pekerjaan tersebut adalah kebahagiaan.
Kawan, dalam hipotesa di ataskita dpatai sebuah rumus-hasil renungan penulis;
S= (No.K2+O+s).iL-A
Di mana variable S=Sa’adah skecil=Senyuman J
No= Nilai orientasi Ѳ= Objek
K2= Kerja dan Kerja iL-A= Ikhlash LillahiTa’ala
Sepakat kan?
Kawan, kita seharusnyatidak melulu mengacu pada rumus, karena bahagia bisa kita dapatkan jika kitamau mulai bergerak dari sekarang.
Pertanyaannya, sudahkahkita bahagia? Apa buktinya?
Anda tahu bagaimanaRasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallammendapati kebahagiaannya pada setiap rakaat yang beliau dirikan? Ju’ilat Qurratu ‘Ainiy Fii Sholah. Apabuktinya? Anda tahu saat Rasulullah Shallahu‘Alaihi Wasallam pernah ditanya oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiya Allahu ‘Anha, kenapa beliaumasih saja sholat sampai kakinya bengkak padahal beliau sudah ma’shum? Bagaimana jawab Rasulullah, AfalaaAkuuna ‘Abdan Syakuran?
Rasulullah tidakmemperdulikan kakinya bengkak kalau sudah mendirikan sholat dengan orientasikebahagiaan. Selaras dengan itu ada sebuah kata bijak yang pantas, fiika uriihu nafsii bishsholah, wahalaawatit tilaawah (azizul).
Shahabat Abu Bakar AshShidq Radhiya Allahu ‘Anhumenyerahkan seluruh harta yang dimilikinya untuk jihad fii sabiilillah pada perang Tabuk, tidak lain orientasinyajuga kebahagiaan.
Besar kemungkinan akankita temukan jawaban yang beragam, karena masing-masing punya persepsi dan standar sendiri tentang makna bahagia.Namun dapat kita tarik benang merah, bahwa bahagia itu keriangan hati,kelapangan dada, ketenangan jiwa. Bahagia itu tidak dibatasi ruang dan waktu.Bahagia itu bukan istana, rumah mewah ataupun mukafaah. Singkat kata, bahagiaitu tidak dibatasi oleh semua yang berbau materi.
Pertanyaannya, sudahkahkita mencapai kebahagaiaan yang dirasakan pula oleh Rasulullah Sholawatu Alaihi wa Azka Tasliim danpara shahabatnya Ridhwanullahi ‘Alaihim?
Paling tidak, penulisingin mengajak Anda menggapai nikmat longlife education yang kita jalani sekarang berorientasikan pada kebahagiaan.Jika kita menjalaninya dengan penuh rasa harap dan kebahagiaan, pasti hasilyang diperoleh pun terasa nikmat.
Penulis ingin melangkahbersama Anda melewati tingginya ‘tembok ujian’ yang bersama akan kita taklukkanuntuk menuju kebahagiaan.
Niat kita kebahagiaan, jalan yang kita tempuh kebahagiaan,tantangan berat kita kebahagiaan, seni muamalah kita menempuhsemua itu kebahagiaan, tujuan akhir kita kebahagiaan.
Lebih daripada itu,masih ada satu kebahagiaan lagi yang akan bersama kita tuju, yaitu Liqa’awajhi rabbihil a’laa. Itulah kebahagiaan tertinggi, orientasikebahagiaan kita selama ini.
Maka dari itu kawan, Aktsiri Azzaada Fainna safara baiid... Jaddiduu as-safiinata fainna albahru amiiq…
Sudah siap?
*didedikasikan untukkawan-kawan yang akan menghadapi ujian
Mei 10, 2015
Anak umur 4-6 tahunan menemukankebahagiaannya pada setiap gendongan kakak dan orangtuanya, dan akan mendapatikepuasan setelah semua pertanyaan yang ia lontarkan terjawab. Benar ‘kan?
Sang istri menemukan kebahagiaannya jika ‘kerja’nya dapat membuat suaminyapun turut bahagia. Iya ‘kan?
Mahasiswa menemukan kebahagiaannya jika sudah memparipurnakan ujian,-dan kalau boleh penulis tambahkan- Mahasiswa bahagia saat turunnya mukafaah. Setuju banget ‘kan?
Para pengusaha muslim kampus–istilah penulis -, menemukankebahagiaannya saat isi kantong plastic mereka sudah terjual. Bukankah begitu?
Begitulah hal sederhana nampakmenjadi mewah saat orientasi pekerjaan tersebut adalah kebahagiaan.
Kawan, dalam hipotesa di ataskita dpatai sebuah rumus-hasil renungan penulis;
S= (No.K2+O+s).iL-A
Di mana variable S=Sa’adah skecil=Senyuman J
No= Nilai orientasi Ѳ= Objek
K2= Kerja dan Kerja iL-A= Ikhlash LillahiTa’ala
Sepakat kan?
Kawan, kita seharusnyatidak melulu mengacu pada rumus, karena bahagia bisa kita dapatkan jika kitamau mulai bergerak dari sekarang.
Pertanyaannya, sudahkahkita bahagia? Apa buktinya?
Anda tahu bagaimanaRasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallammendapati kebahagiaannya pada setiap rakaat yang beliau dirikan? Ju’ilat Qurratu ‘Ainiy Fii Sholah. Apabuktinya? Anda tahu saat Rasulullah Shallahu‘Alaihi Wasallam pernah ditanya oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiya Allahu ‘Anha, kenapa beliaumasih saja sholat sampai kakinya bengkak padahal beliau sudah ma’shum? Bagaimana jawab Rasulullah, AfalaaAkuuna ‘Abdan Syakuran?
Rasulullah tidakmemperdulikan kakinya bengkak kalau sudah mendirikan sholat dengan orientasikebahagiaan. Selaras dengan itu ada sebuah kata bijak yang pantas, fiika uriihu nafsii bishsholah, wahalaawatit tilaawah (azizul).
Shahabat Abu Bakar AshShidq Radhiya Allahu ‘Anhumenyerahkan seluruh harta yang dimilikinya untuk jihad fii sabiilillah pada perang Tabuk, tidak lain orientasinyajuga kebahagiaan.
Besar kemungkinan akankita temukan jawaban yang beragam, karena masing-masing punya persepsi dan standar sendiri tentang makna bahagia.Namun dapat kita tarik benang merah, bahwa bahagia itu keriangan hati,kelapangan dada, ketenangan jiwa. Bahagia itu tidak dibatasi ruang dan waktu.Bahagia itu bukan istana, rumah mewah ataupun mukafaah. Singkat kata, bahagiaitu tidak dibatasi oleh semua yang berbau materi.
Pertanyaannya, sudahkahkita mencapai kebahagaiaan yang dirasakan pula oleh Rasulullah Sholawatu Alaihi wa Azka Tasliim danpara shahabatnya Ridhwanullahi ‘Alaihim?
Paling tidak, penulisingin mengajak Anda menggapai nikmat longlife education yang kita jalani sekarang berorientasikan pada kebahagiaan.Jika kita menjalaninya dengan penuh rasa harap dan kebahagiaan, pasti hasilyang diperoleh pun terasa nikmat.
Penulis ingin melangkahbersama Anda melewati tingginya ‘tembok ujian’ yang bersama akan kita taklukkanuntuk menuju kebahagiaan.
Niat kita kebahagiaan, jalan yang kita tempuh kebahagiaan,tantangan berat kita kebahagiaan, seni muamalah kita menempuhsemua itu kebahagiaan, tujuan akhir kita kebahagiaan.
Lebih daripada itu,masih ada satu kebahagiaan lagi yang akan bersama kita tuju, yaitu Liqa’awajhi rabbihil a’laa. Itulah kebahagiaan tertinggi, orientasikebahagiaan kita selama ini.
Maka dari itu kawan, Aktsiri Azzaada Fainna safara baiid... Jaddiduu as-safiinata fainna albahru amiiq…
Sudah siap?
*didedikasikan untukkawan-kawan yang akan menghadapi ujian
Mei 10, 2015
0 komentar